Berkali-kali Ratih bolak balik dari kamar ke ruang tamu, sementara Rakhman, suaminya mengawasi dari balik koran yang sedang dibacanya sambil sesekali menyeruput kopi susu yang diletakkan dihadapannya. Tidak biasanya Ratih segelisah pagi ini.
“Kamu kenapa sih Dik? dari tadi mondar mandir nggak jelas kaya gitu”, Rakhman buka suara tak tahan melihat istrinya wira wiri.
“Eh, anu…kerudungku, dandananku sudah rapi belum mas? Aduuuh ini sesi terakhirku mas, aku nervous”, alih-alih menjawab pertanyaan suaminya, Ratih malah balik bertanya sambil membetulkan letak kerudungnya dengan gelisah.
“Sudah, sudah rapi, lagian kenapa nggak kamu lihat di cermin saja sih”, jawab suaminya sambil kembali menekuri bacaannya.
Ratih cemberut dan merampas koran dari tangan sang suami sambil berkata, “kan sudah kubilang mas, tolong jangan sebut kata itu sampai Aku siap”, katanya sedikit berteriak.
“Tapi sampai kapan? ini tahun ketiga pernikahan kita dan kamu masih selalu bertanya hal yang sama setiap kali mau pergi”, jawab Rakhman jengkel.
“Untuk apa Aku menikah kalau kamu nggak mau jadi cermin?, ah kamu kan tahu mas, Aku belum siap berteman dengan benda itu, lagipula Aku bukannya tidak berusaha untuk berkompromi dengannya”, Ratih mulai terisak menjawab pertanyaan suaminya.
“Dan kita terus bertengkar gara-gara benda sialan itu…!! heran darimana sih kamu dapat penyakit nggak jelas macam itu, nggak keren blaass”, timpal Rakhman semakin jengkel sambil merebut kembali koran dari tangan istrinya.
Ratih kian terisak dan berkata,”bukannya kamu sudah tahu keadaanku sejak kita pacaran dan katamu, kamu siap jadi cerminku”.
“Ya sudah, sekarang sudah hampir pukul delapan, nanti kamu kesiangan menjalani sesi terapimu, maaf ya”,Rakhman mengalah sambil mengelus kepala istrinya berusaha meredakan gundah dan kecemasannya.
Ratih menghapus airmata, tersenyum tipis, mencium tangan Rakhman,”Aku berangkat sekarang mas, doakan semoga dia bisa segera pindah ke dalam kamar kita”.
“Harus dong, itu kan hadiah ulang tahunmu, kasihan teronggok di gudang dua tahun ini.. Hati-hati di jalan sayang”, jawab suaminya sambil menerima kecup lembut dipunggung tangnnya.
Ratih melenggang sambil mengucap salam, sementara Rakhman menjawab salamnya sambil berharap sesi hipnoterapi hari ini berhasil mengatasi phobi cermin dalam diri istrinya dan membayangkan meletakkan cermin berukir di sudut kiri kamar di depan meja tulis.
*Diikut sertakan pada flash fiction contest NBC Surabaya, 29 April 2011
3:50 PM
Jingga Publishing House
Posted in:
0 komentar:
Post a Comment
Untuk mempererat persahabatan, tinggalkan jejakmu di tulisan ini ya sahabat. Terima kasih