Monday, August 29, 2011

Lebaran Berjuta Rasa


Kumandang takbir tadi malam kunikmati lagi di kota Solo. Setelah empat tahun, kembali aku melangkah menjamahi sisa-sisa kenangan dengan kekuatan jiwa yang kususun berlapis-lapis. Mengedar pandang, menatap setiap jejak yang belum pudar dari lelaki yang kuijinkan menjamah tubuhku, yang kucintai dari batas jarak langit dan bumi dalam ikatan suci yang kokoh. Ada juga jejak malaikat mungilku, lelaki kecilku yang terbang ke keabadian menghampiri sang ayah tercinta. Juga pendar-pendar kenangan lain yang sempat kuhempaskan dalam relung ingatan paling dalam, kukuburkan dan tak hendak kuingat lagi barang sedetik.

Ini lebaran ke empat puluh satu dalam hidupku. Lebaran dengan cerita yang selalu tak sama dari waktu ke waktu. Terlalu banyak hal yang kuingat dalam ruang benakku tentang cerita lebaran berlumur duka. Mulai lebaran pertama tanpa ayah tercinta di usia 23 yang kutangisi karena aku tak mampu memberi lebih pada bunda dan adik-adikku seperti pemberian ayah pada 22 lebaran sebelumnya.

Lebaran sunyi juga kualami saat jarak mengantaraiku dan keluarga sejauh Singapura-Jakarta saat pekerjaan mengungkungku di negeri jiran selama 3 tahun. Tangis sunyi kutelan diam-diam dalam sepi yang mengigit. Kerinduan kukunyah perlahan dalam deburan rasa yang tak termaknai. Meski takbir kudengar di masjid Muhajereen, Ang Mo Kio Avenue, tetap tak mampu menyamai hakekat berhari raya di tanah kelahiran

Nyanyi sunyi kembali merajai hati saat kulalui lebaran tanpa suamiku setelah kepergiannya meninggalkan larikan duka yang dalam di setiap aliran darahku. Belum lagi satu nada selesai, nada duka lain kembali bergema saat lebaran menyapa usai kepergian buah hati tercinta. Aku terpuruk dalam tangis yang larut menjadi butiran duri keluar dari setiap titik pori-pori.

Jiwaku tak selamanya seteguh karang dan sekuat baja. Tiada lagi lebaran meriah penuh tawa, canda dan kebahagiaan sejak satu persatu orang yang kucintai meninggalkanku sendiri dalam sunyi yang perih. Kue-kue lebaran hanya tersaji sebagai pemantas menyambut para tamu yang datang menyalami, mengucapkan selamat hari raya idul fitri. Bunga dan aneka hiasan tak lagi ranum dan menyemarakkan taman hati. Aku terpuruk dalam lebaran penuh derai air mata. Sendiri, dalam gigil sepi ditemani laron yang bersliweran mendekati cahaya. Sementara jiwaku telah kehilangan cahaya ribuan watt.

Menjalani hari raya sendiri kembali kujalani. Di kota pengasingan, jauh dari tanah kelahiran bahkan kota kenangan dengan dua lelakiku, membuatku kuyu dalam langut yang wingit. Meski Surabaya gemebyar perayaan hari raya, tak mampu menyentuh kepingan hatiku yang terlanjur berserak dalam derai yang patah.

Pusaran waktu kembali membawaku pada lebaran kesekian kalinya. Menghadirkan seorang sahabat jiwa yang perlahan membantuku berdiri dengan ulruan tangannya yang lembut dan penuh kasih. Kembali kucoba berdiri meski dengan kaki goyah yang perlahan coba kutegakkan. Dan lebaranku perlahan bercahaya meski belum secerah tahun-tahun sebelumnya.

Dari sahabatku pula aku mengenal banyak dunia yang ternyata bersimbah warna dan bertabur cahaya. Kucoba sesap cahayanya untuk menyegarkan warnaku yang muram. Kuraih segala keceriaan dan membiarkanku bermandi taburan kemilau kasih, sayang dan cinta dari sebuah keluarga yang suka cita menyambutku penuh peluk dan kecup sayang.

Aku yang sendiri, tiba-tiba memiliki ribuan anak, ribuan saudara yang bahkan banyak lagi belum kutemui raganya. Namun cinta bersemi tanpa pernah menatap wajah dan berjabat tangan erat. Aku kembali tergugu dalam tangis diam-diam. Tapi kali ini tangisku adalah nyanyian syukur dan luapan bahagia.

lebaranku kembali semarak bersama keluarga besarku. Keluarga Cendolku. Yang membuatku mampu mengusung kekuatan menapakkan kaki lagi di Solo. Dan di sini cerita lebaranku bermula, di Kamar Meyah yang penuh berkah dan hikmah. Sejak semalam kurasakan pelukan, jabat tangan dan uluran cinta dari anak-anakku tersayang dan saudara-saudaraku terkasih meski cuma dikirim lewat sebaris sms, pesan inbox dan email.

Semoga masih akan ada lebaran penuh cinta dari keluarga besar yang kimiliki saat ini. Aku ingin kembali menangis, bukan, bukan karena duka. Tapi karena aku tak mampu lagi menguraikan dengan kata selaksa kebahagiaan yang membuncah di jiwa. Aku ingin memeluk kalian semua dalam nyata, memeluk kalian yang memanggilku bunda, mbak, kakak dan adik. Aku mencintai kalian Cendolersku.

Selamat hari raya idul fitri buat semuanya. Terima kasih buat cinta yang tulus dan peluk yang hangat. Ijinkan aku tersenyum dan tertawa bahagia meski setitik airmata masih menjadi saksi rasa syukurku.

0 komentar:

Post a Comment

Untuk mempererat persahabatan, tinggalkan jejakmu di tulisan ini ya sahabat. Terima kasih

Followers

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | 100 Web Hosting