Wednesday, August 11, 2010

Mas Galih In Memoriam

Jika seorang Muhammad, Rosululloh Saw masih selalu merindui Khadijah Ra sang istri tercinta meski telah tiada hingga membuat Asiyah Ra, istri beliau yang lain dibakar api cemburu, itu semua disebabkan karena Khadijah adalah perempuan yang tidak hanya menjadi istri pertama beliau, tapi dia ada di awal masa kenabian yang justru merupakan masa-masa terberat dalam perjalanan Rosululloh mengemban risalah kenabian.

Maka jika hari ini aku merindui dia, Mas Galih, almarhum suamiku, apakah aku salah?.
Dia adalah laki-laki terbaik yang pernah Allah hadirkan dalam hidupku. Cintanya begitu tulus dan lembut untukku. Dia menyayangiku dengan segala cinta yang dimilikinya. Menjadi mitra buatku dalam bekerja dan mengembangkan klinikku. Dia juga murobbi terbaik dalam hidupku.

Mas Galih dengan segala kesahajaannya, dalam segala kelemahan fisiknya yang terus melemah karena dera penyakitnya yang sungguh tak pernah dikeluhkan olehnya adalah seorang suami ideal buatku, bahkan hingga hari ini tempatnya khusus di hatiku belum tergantikan oleh siapapun.

Meski ringkih fisiknya tapi betapa jiwa dan hatinya begitu amat sangat kuat. Darinya aku belajar arti kesabaran dalam makna sebenarnya. Bersamanya aku memaknai keikhlasan sebagai sebuah dendang yang tak hanya disenandungkan dilisan. Dengannya aku menjadi berarti dari semula just a nobody.

Dia yang telah memberi begitu banyak hal dalam hidupku, tidak cuma cinta, tapi juga sebuah keluarga dan seorang ibu yang begitu penuh kasih padaku. Ibunya adalah ibu mertuaku tercinta. Bersama beliau tidak pernah tertulis kisah penuh duka hubungan antara mertua dan menantu perempuannya. Cinta diantara ku dan ibu mertuaku begitu sangat ritmis dan harmonis menajdi sebentuk nada indah terlantun dari dawai-dawai jiwa kami.

Mas Galih juga begitu penuh kasih padaku dan tak pernah sekalipun terlontar kata makian dan amarah dari lisannya yang lembut. Bahkan dalam marah sekalipun apa yang diucapkannya adalah sebuah nasihat. "Kamu tahu hukumnya, jika kamu takut pada Allah segeralah beristighfar dan sadari kekeliruanmu, jika tidak pun kamu tahu konsekwensinya". Begitu selalu yang terjadi tiap kali kami berselisih paham tentang sesuatu.

Sakit yang mendera tubuh ringkihnya, tak mampu menghentikan segala cinta, kasih dan semangat hidupnya. Betapa dia adalah suami yang penuh tanggung jawab dan tak sekalipun melalaikan hak-hak orang-orang disekelilingnya. Kejujuran adalah nafas hidupnya.

Hari-hari ramadhan, semakin mengingatkanku akan pesan terakhir dari lisan lembut dan dari hatinya yang penuh cinta untukku,"sayang....sungguh kamu adalah wanita yang paling kucintai setelah ibu, trima kasih telah sudi menjadi istriku, aku adalah laki-laki yang sangat beruntung karena menjadi suamimu.aku tahu betapa perjalanan hidupmu berliku dan melelahkan. tapi aku yakin kamu akan kuat dan selalu kuat jika sekali lagi kamu kehilangan orang yang kamu cintai, jika kamu kehilangan aku, aku yakin kamu akan tetap istiqomah dan terus tersenyum, karena kamu sudah terlatih dengan kehlangan kedua orang tuamu, sayang...tetaplah tegar, aku yakin kamu akan menjadi pengusaha dan terapis profesional, karena kamu punya kemampuan itu dalam dirimu".

Ketika aku menangis mendengar semua urainnya, maka dia menghiburku,"looooohh kok malah nangis.....sudah achh..mas gak mau punya istri cengeng....sayang hapus airmatanya, ayoo senyum buat aku...janji kamu gak boleh lemah meski aku gak bisa lagi menemani kamu. Energimu masih dibtuhkan oleh banyak orang, jadi kamu harus kuat....sayang....aku akan bersama anak-anak kita menunggumu di pintu keabadian yang indah....sini mas peluk kamu..siapa tahu besok-besok mas gak bisa peluk kamu lagi"
Aku kian tergugu dalam tangis...dan itu adalah dialog panjang kami terakhir lima hari sebelum ajal menjemputnya dengan indah, begitu sangat indah....dengan senyum yang tersungging di bibirnya.

HAri-hari berlalu, 4 tahub sudah kepergiannya dan sekali lagi kuingat ucapan terakhirnya 6 jam sebelum kepergiannya,"ade...sayang, cinta....maafin mas yaaa....gak bisa kasih apa-apa buat hadiah hari kelahiranmu, tapi mas akan selalu mencintaimu, dan akan selalu bersamamu meski cuma cinta mas yang mas titipkan dihatimu...maafin segala salah mas padamu, titip jaga ibu ya..."
Apa yang bisa kuperbbuat saat itu adalah berusaha tersenyum dalam derai air mataku meski kutahu senyumku tak berbentuk indah. Aku hanya mampu menciumi wajah tirusnya yang kian melemah, aku hanya bisa mencium kelopak matanya yang sayu, aku hanya bisa menggenggam kedua tangannya dan kuciumi jemarinya sambil bersimbah airmata.

Ketika akhirnya kematian menjemputnya jua, aku hanya bisa berkata, "Innalillahi wa inna ilaihi roojiuun...mas....semoga aku bisa menjaga pesan-pesan cintamu dan mewujudkannya dalam hidupku"
Empat tahun berlalu sudah, tapi cintanya tak pernah pupus dari hatiku, kasihnya kutahu bertahta indah dalam kehidupanku. namun satu hal....semoga dia memaafkan aku, karena aku belum mampu sepenuhnya melakukan segala apa dipesankannya padaku. Bahkan mungkin aku telah mengecewakannya karena aku gagal dalam beberapa hal menjaga dan mewujudkan amanah-amanahnya.

Biarlah kukenang segala cintanya buatku, kukenang segala tiupan semangatnya dalam jiwaku, agar aku bisa menegakkan jiwaku yang merapuh, agar aku bisa kembali tersenyum...seperti pintanya padaku. Agar aku tetap memiliki bara dalam hatiku untuk meneruskan dan mewujudkan segala amanahnya yang hari ini belum mampu kuwujudkan.

0 komentar:

Post a Comment

Untuk mempererat persahabatan, tinggalkan jejakmu di tulisan ini ya sahabat. Terima kasih

Followers

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | 100 Web Hosting