Membaca sebuah berita di harian Jawa Pos hari ini tentang terbakarnya sebuah tempat penitipan bayi dan balita yang menampung lebih kurang seratusan anak sungguh membuat hati serasa terpilin nyeri, airmata perlahan menitik dan menderas, menganak sungai dipipiku.
Tempat Penitipan Anak ABC yang berada di Hermosillo, Texas Utara adalah sebuah tempat penitipan anak yang dikelola secara profesional. Para orangtua yang begitu sangat sibuknya dengan pekerjaan mereka memilih menjadikan tempat ini sebagai sarana penitipan anak mereka. Mereka yang diasuh di TPA ini berusia 6 bulan sampai 3 tahun.
Tapi siapa sangka, kebakaran yang disebabkan oleh kelalaian salah seorang penghuni gedung yang berada diatas blok yang ditempati TPA ABC itu mengakibatkan sedikitnya 29 bayi dan balita tewas secara mengenaskan.
Rata-rata para bayi dan balita itu meninggal karena tidak mampu menghirup oksigen bersih dalam ruangan yang dipenuhi oleh kabut asap kebakaran. Sementara para pengasuh dibantu masyarakat sekitar dan petugas palang merah berusaha menyelamatkan puluhan bayi lain yang terkurung asap di ruangan itu.
Sungguh sebuah kejadian tragis dan mengenaskan. Alih-alih para ibu ingin terbebas dari kerepotan dengan menitipkan anak-anaknya ke tempat penitipan anak, malah mereka kehilangan buah hati tercinta. Duka tak terelakkan. Ratapan dan tangisan takkan pernah mengembalikan anak-anak itu ke pelukan mereka.
Siapa hendak menyalahkan siapa dalam kasus ini...?. Para ibu yang notabene para pekerja yang juga berusaha menopang kehidupan keluarganya hingga mereka tak dapat mengasuh anak yang pernah dikandung dalam rahim mereka...? atau kecerobohan pihak pengguna gedung yang lalai...?.
Mencari siapa yang salah tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Yang perlu kita sikapi adalah mengambil hikmah dari apa yang terjadi. Bagaimanapun anak adalah anugrah dalam kehidupan dan didamba oleh setiap perempuan.
Mereka yang diberi anugrah mengandung, melahirkan dan membesarkan anak adalah para dewi kehidupan yang selayaknya merawat dan mengasuh buah hati tercinta, cahaya mata dan sibiran tulang dengan pengasuhan yang utuh. Alangkah menyenangkan melihat sang buah hati tumbuh dalam buaian dan pengawasan kita secara kasat mata. Hadirnya malaikat kecil dalam kehidupan memberi warna, gelak tawa, canda, rengekan, kemanjaan dan kenakalan sang putra disetiap sudut rumah dan hati kita. Alangkah hal seperti ini dirindu oleh setiap perempuan.
Beraneka rasa memilin jadi satu dalam benak dan hatiku. Mengapa...mengapa mereka yang diberi anugrah itu tak mampu menjaga malaikat-malaikat kecil itu dengan sepenuh rasa aman...??. Sementara begitu banyak perempuan yang belum dan tidak memiliki kesempatan buat menjadikan rahim mereka dunia kecil pertama bagi hadirnya malaikat kecil diatas bumi.
Andai boleh meminta, akupun ingin seperti mereka...mengandung dan melahirkan malaikat-malaikat kecil dari rahimku dan membesarkan mereka sepenuh kasihku. Tapi takdir bukan dalam genggam tanganku. Aku takkan pernah bisa memaksakan takdir untuk berpihak padaku dan memberiku peran purna sebagai bunda. Aku cuma mampu mengetuk petala langit dengan rengekan doa yang tertatih kuserukan berpacu dengan kesempatan hidup yang kupunya.
Seuntai doa terlantun pelan dalam diam yang memerihkan buat 29 malaikat kecil yang meregang nyawa, disaat tangan mereka menggapai mencari sang bunda, disaat tangis mereka mencari belai sayang dan dekapan, disaat mata mereka berputar panik berusaha mencari bayang-bayang bunda dalam kabut asap yang menyesakkan. Kalian adalah anak-anak yang terkandung dalam rahim hatiku...dalam rajutan doaku...dalam harap semoga kalian memaafkan para bunda yang tak sempat meraih tubuh kalian saat sang maut menjemput, membawa jiwa suci kalian ke alam keabadian.
*sebuah perenungan dalam akan kemampuan menjalankan peran sebagai perempuan
0 komentar:
Post a Comment
Untuk mempererat persahabatan, tinggalkan jejakmu di tulisan ini ya sahabat. Terima kasih