Hari-hari belakangan ini aku suka banget sarapan di warung budhe. Budhe atau bu Susy adalah seorang perempuan berusia 40an yang masih cantik, energik dan memiliki wawasan yang cukup luas sebagai seorang ibu.
Kadang aku makan sambil ditemani tembang-tembang merdu yang terlantun dari bibir budhe. Mulai dari uyon-uyon, mocopat sampai tombo ati atau rindu rasul dilantunkan dengan apik oleh budhe. Dilain waktu dia akan menemaniku makan dengan cerita perjalanan hidupnya.
Seperti pagi ini dia bercerita bahwa anak-anaknya terpaksa putus sekolah karena suaminya menderita 3 kali serangan stroke dan komplikasi liver dan ginjal yang cukup menyita habis segala apa yang mereka punya hingga akhirnya budhe memutuskan buka warung makan ini.
Sebagai ibu dari 4 orang anak yang sudah cukup dewasa, putra pertamanya berusia 23 tahun sementara bungsunya berusia 17 tahun. Beliau kulihat sebagai sosok ibu ideal buat putra putrinya. Kulihat putra-putrinya selalu tak lupa mencium tangannnya dan juga selalu memeluk dan minta dicium dan serta dielus kepalanya sebelum mereka berangkat kerja.
Aku sempat bertanya kepada Lila salah satu putrinya, " La...ritual cium dan elus kepala tuw selalu kalian lakukan ya kalo mau pergi?", pertanyaan yang kukira bodoh sekaligus refleksi iriku pada mereka. Bagaimana tidak iri, aku tak lagi bisa lakukan itu pada bundaku yang telah tiada.
Lila menjawa," iya mbak...rasane kalo belum dipeluk, dicium dan dielus mama, rasanya kurang sreg...ada yang kurang, kaya ada yang ketinggalan...ehehhehehe".
Kembali pada topik obrolanku dengan Budhe pagi ini. Menurut Budhe, anak-anaknya selalu bangga dengan kondisi keluarganya yang saat ini pas-pasan, selalu nrimo dan tidak banyak menuntut.
Aku bertanya pada Budhe,"apa sih Dhe, resepnya sampai anak-anak budhe bisa selapang dada seperti itu dan manut juga hormat dan sayang banget sama budhe? saya iri loh Dhe...".
"Aaach ...mbak ni...bikin aku tersanjung...hehhehehe...gini loh mbak....saya selalu berusaha untuk tidak jadi "ibu bayang-bayang" dan "ibu kontrol" buat mereka....saya cuma berusaha jadi "ibu sejatinya ibu" buat mereka...."jawab Budhe filosofis.
"Ibu bayang-bayang...? ibu kontrol...? ibu sejatinya ibu....? aaacchh...saya bingung budhe...", jawabku sambil menaikkan alis dan mengerjapkan mata kebiasaanku kalo bingung.
"Ibu bayang-bayang itu...ibu yang cuma ada sebagai bayang-bayang....hari ini arisan, besok shoping, besoknya lagi rapat...weeess pokoknya anak tau dia punya ibu, tapi ibunya cuma bayangan yang selalu ndak ada wujudnya. padahal anak dimana-mana, kalo pulang atau butuh sesuatu mestikan yang dicari ibu...mesti...triak..'buuuuu....!!!!.maaaaa......!!!', mesti kan gitu tooh mbak...ndak ada anak yang begitu sampe rumah atau begitu melek mata yang dicari ayahnya...kalo ibu cuma bayang-bayang gimana anak mau deket sama ibu?, biasanya kalo dah gini anak jadi sering bohong atau bikin gara-gara untuk menarik perhatian ibunya, jadi nakal...yaa jangan salahkan anaknya, wong ibunya cuma ibu bayang-bayang", Budhe menjelaskan dengan tetap tersenyum arif, senyum seorang ibu nan tulus. Sementara aku manggut-manggut mendengarkan.
"Kalo ibu kontrol...tuw yang seperti atasan ngontrol anak buahnya, atau seperti satpam ngontrol pengunjung mall..hehehehe...", budhe terkekeh dengan ucapannya sendiri, " Apalagi jaman digitec gini ya mbak...hape dah kayak kacang goreng...sing murah wuakeehh....ibu kontrol biasanya selalu ngontrol anaknya, tiap saat telepon...tanya"nak, kamu dimana, sama siapa, pulang jam berapa, awaaas yaa jangan begini...jangan begituu..", naahh anak kalo dikontrol terus kan bisa jadi malah jadi pemberontak atau malah minder gak bisa ngambil keputusan sendiri...kasian kan kan anaknya", Budhe menjelaskan panjang lebar dan aku masih tetap menyimak.
"Nah kalo sejatinya ibu itu...adalah ibu yang selalu ada saat anak butuh, yang selalu berusaha jadi sahabat buat anak-anaknya, selalu jadi tempat anak berkeluh kesah, menjadi guru buat anaknya, meski ndak semua ilmu bisa diajarkan oleh ibu. Tapi sejatinya ibu akan selalu punya cara dan mencari cara untuk membuat sang anak nyaman dan terlindungi didekatnya, ibu yang bisa menempatkan diri dalam dunia anaknya. Ibu yang tak lupa mencium dan mengelus dahi dan kepala anaknya...membuat anak merasa dicintai dan dibutuhkan juga diperhatikan," gamblang dan lancar budhe menguraikan semua itu padaku.
Subhanallah....seorang Budhe, pemilik warung makan sederhana, mampu berpikir dan mengurai panjang lebar tentang konsep ibu dalam alam pikirnya. Begitu sangat luar biasa. Aku teringat reori Lymphatic bahwa di kepala setiap orang terdapat saraf-saraf lymphatic yang jika dielus, dibelai akan membuat orang tersebut merasa nyaman, menimbulkan efek ketenangan sehingga mencegah terjadinya kenakalan dan juga menimbulkan reaksi meningkatnya kecerdasan pada anak.
Seorang Budhe tanpa tahu segala teori lymphatic telah mempraktekannya sejak dia punya satu anak dan hingga kini anaknya berangkat dewasa. Maka wajar seperti kata Lila, bahwa mereka merasa ada yang kurang jika tidak melakukan ritual peluk-cium dan elus kepala dari bunda tercinta.
Pagi yang penuh barakah ilmu buatku. Sungguh ilmu yang Allah berikan telah ditebarkanya di dunia ini, tinggal lagi mampukah kita memetik dan mengambil serta mempraktekkannya dalam keseharian kita.
Aku takkan pernah bosan untuk berkunjung ke warung Budhe, karena begitu mengasyikan ngobrol dengan ibu yang cerdas dan penuh kasih seperti Budhe. Karena selalu ada hal baru dan menarik yang kudapat dari tuturan lisan lembutnya.
0 komentar:
Post a Comment
Untuk mempererat persahabatan, tinggalkan jejakmu di tulisan ini ya sahabat. Terima kasih