Friday, March 2, 2012

Sebuah Perkenalan


Aku duduk di sebuah  taman sambil menulis beberapa laporan di laptopku. Telingaku terusik suara seorang gadis yang sedang berpidato di depan sekerumunan orang.

"Hai perkenalkan, namaku Tania. Usiaku 25 tahun. Aku murid baru. Jujur saja, terpaksa aku datang ke kota ini, karena mama ingin menjauhkanku dari ramainya Jakarta. Aku sendiri juga tidak suka keramaian. Bikin kepalaku selalu berdenyut dan telingaku sakit setiap kali berada dalam suasana riuh  yang hingar bingar."

"Aku penyuka warna langit saat rembang petang datang. Sebuah batas antara biru terang dan pekat malam. Aku selalu merasa diriku istimewa dalam caraku. Ya, karena aku yakin, aku tak sama dengan siapapun. Aku menikmati menjadi seorang Tania yang penyuka hujan, cokelat panas yang uapnya mengepul dan buku sebagai sahabat sejati."

"O ya, aku mau bercerita tentang mantan pacarku. Dia sangat istimewa. Dengan mata teduhnya yang terbingkai alis tebal yang rapi, rahang kokoh dan tentu saja tampan. Dia selalu bersikap manis, bertutur kata lembut dan selalu melindungiku bahkan dari kegalakan seseorang yang kusebut ayah."

"Tidak ada cacat cela dalam setiap perilakunya. Satu-satunya kesalahannya, adalah dia terlalu baik terhadap semua orang, baik laki-laki maupun perempuan. Kebaikan yang selalunya disalah artikan sebagai sebuah perhatian atas nama cinta. Terutama oleh para perempuan yang keganjenan itu. Aku sih nyantai saja, tiap kali si Arni, Rina, Niar atau Irna berusaha cari perhatian di depannya. Tapi alun datar emosi di hatiku akan mendadak sontak mengombak, bergelombang, tiap kali Ajeng bicara padaku bahwa dia mencintai kekasihku. Uuuh ... mau rasanya kurobek mulutnya dan kucakar pipinya yang putih itu."

"Tapi sekarang aku lebih tenang, setidaknya Ajeng takkan lagi bisa ketemu dengan mantan kekasihku itu. Meskipun dia sempat sorak-sorak bergembira karena jebakan mautnya berhasil membuat mantan kekasihku melamarnya."

"Kalian lihat apa yang kubawa di dalam tasku? Nih lihat ... ini segumpal hati milik mantan kekasihku. Hatinya akan selalu kumiliki, meski raganya tak bisa lagi bersamaku. Sebongkah daging ini sudah kering darahnya. Bahkan bentuknya pun sudah tak lagi indah. Tapi di dalamnya pernah ada cinta. Setidaknya 4 tahun yang lalu, terakhir kali kutemui dirinya sambil membawa satu ampul obat bius dan seperangkat alat bedah yang kubeli bebas di sebuah toko peralatan medis."

"Hai! jangan keluarkan semua mainanmu, Tania! tuw kan berantakan...," seorang perempuan berseragam perawat mengusik keasyikanku mengamati seorang gadis yang sedang bertutur tentang dirinya.

"Maaf ya mas, ini pasien baru kami. Schizophrenia. Suka berhalusinasi. Kepribadiannya kacau. Kasihan, padahal cantik," ucap sang perawat sambil menggandeng Tania kembali ke kamarnya.

9 komentar:

Hadi said...

Endingnya tetep aja ngejutin nih Bunda, kereeen. Tadinya kupikir si Tania psikopat :D

Unknown said...

schizophrenia...
orang yg sulit membedakan kenyataan dan halusinasi,...

nice bund,
dtunggu yang selanjutnya,

bahriaabidin@yahoo.co.id said...

Asyiiiiiikkkkk bnget, ya ampuuuuuunnnnn....kok bsa ya menulis cerita sebagus itu....( takjub bneeeeeerrrrrr....) titi sayang...bwt lg ya....

bahriaabidin@yahoo.co.id said...

Asyiiiiiiikkkkkk bangt, kok bisa ya bikin cerita sebagus itu....(takjub abis dah....) Titie sayang...bwt lg ya...

Titie Surya said...

Senangnya bisa menyenangkan hatimu, Hadiku :)

Titie Surya said...

Belum sempet nulis fiksi mini lagi ... hiiiks

Titie Surya said...

Jangan sampai abis si takjub kak Bahria, ntar yang laen nggak kebagian xixixixi

tiek_purnomo said...

Sukaa sama tulisan2 ibuu
Truuuss menulis yaa buu dan sayaa akan trus membacanya....hihihi :D

Titie Surya said...

Terima kasih ya Tiek :)

Post a Comment

Untuk mempererat persahabatan, tinggalkan jejakmu di tulisan ini ya sahabat. Terima kasih

Followers

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | 100 Web Hosting