Tuesday, July 15, 2014

Ramadhan Pertama


Memasuki hari ke 18 Ramadhan, di sela-sela aktivitas pekerjaan, sesuatu menggelitik benakku dan berloncatan untuk dikeluarkan. Sesuatu bernama ide. Sang ide ini tidak berhenti meraung-meraung di ruang kepalaku sebelum ia dibebaskan. Maka inilah jalan pembebasan buat sang ide.

Ini adalah Ramadhan pertamaku sebagai seorang istri dari Muhamad Mubin. Lelaki yang meminangku dan memintaku menjadi istrinya dan sempat merasa down karena kuejek di awal pedekatenya hehehe *piiis Maas :)

Entah kapan kami mulai saling suka. Kesamaan hobby membaca karya-karya Bastian Tito, membuat percakapan di antara kami mengalir lancar. Sampai satu ketika dia mengirim sms padaku dan membahasakan dirinya 'mas' tentu saja aku tertawa terpingkal-pingkal membaca sms-nya. Bagaimana tidak, usianya 12 tahun lebih muda dariku. Lalu sekonyong-konyong dia menyebut dirinya mas bagiku. Kubalas sms nya dengan sebaris kalimat, "kamu salah kirim sms ya? gak lagi panas kan?" Aku menulis kalimat itu sambil tersenyum lebar.

Rupanya kalimat itu sempat membuatnya down. Untuk beberapa hari, dia tidak sms apalagi telepon. Aku merasa kehilangan. Tidak ada teman becanda, bercerita, dan berdiskusi soal buku itu, karya si anu, atau sekedar haha hihi gak jelas. Aku berinisiatif untuk meneleponnya lebih dulu. Menanyakan khabarnya dan kenapa tidak menghubungiku. Setelah hari itu, dia mulai lebih berani untuk pedekate dan memintaku jadi istrinya. Aku meragu. Terperangkap di titik kebimbangan. Hingga meluncur dari mulutku 3 syarat yang harus dia penuhi kalau mau aku jadi istrinya. Kemudian, aku terperangah takjub .... saat ketiga syarat itu dapat dia penuhi. Aku mencair ....

Eeehm apa sih yang menarik dari seorang Mubin buatku? Kejujurannya yang apa adanya. Bahkan hingga yang paling buruk yang biasanya disembunyikan para lelaki saat pedekate, semua diceritakannya padaku. Apakah dalam proses menuju pernikahan kami tidak pernah ribut? Tentu saja ribut-ribut kecil kadang terjadi. Bahkan hingga hari ini, setelah 2 bulan dan 5 hari pernikahan kami. Dinamika rumah tangga selalu begitu kan? 

Aku berpegang pada prinsip komunikasi. Tidak ada kebekuan, keributan, kemarahan atau masalah sekecil apapun yang bisa teratasi tanpa komunikasi yang sehat dalam sebuah pernikahan. Kami sama-sama belajar saling memahami. Aku yang banyak ngomong, cenderung bawel dan bisa sibuk dengan banyak hal dalam mengisi waktu, berbanding terbalik dengan suamiku yang cenderung diam, tidak suka berdebat, dan sering lebih asyik menghabiskan waktu dengan main game. 

Jika ada masalah, biasanya aku menulis puanjaaaang sekaliii untuknya. Mengapa harus nulis? Karena aku cengeng. Sebelum selesai bicara, bisa-bisa aku mewek dan pembicaraan tidak akan pernah sampai pada intinya. Dan suamiku paling tidak suka lihat aku nangis tidak jelas, bikin dia sedih katanya. Maka aku pilih menulis jika ada masalah di antara kami. Aku menyebutnya "surat cinta" Lalu apa tulisanku berbalas? Tidak sama sekali. Suamiku tidak pernah membalas semua uneg-unegku lewat tulisan. Dia membalasnya dengan perubahan sikap nyata, meski kadang masih sering diingatkan. Yaa kan kami masih terus belajar saling memahami :)

Ramadhan pertama kami berjalan seperti layaknya pasangan-pasangan lain. Ini memang bukan pernikahan pertama kami. Tapi buatku, inilah Ramadhan luar biasa sebagai istrinya. Saat puasa yang biasanya aku tidak pernah nyuci nyetrika, karena 8 tahun kesendirianku selalu akrab dengan tampat laundry.  Sebagai istri, aku belajar untuk bisa nyuci dan nyetrika meski tidak licin-licin banget. Jadilah hari pertama puasa aku tepar karena cucian segunung.  Satu hal yang kusuka, aku bisa jadi ratu dapur. Memasak adalah hobbyku selain menulis. Tentu saja aku menemukan kebebasan meracik menu setiap hari. Beda dengan kehidupanku sebagai anak kos yang selalu beli menu instan yang dapurnya sepanjang Karang Menjangan.

Lelakiku bukanlah suami yang banyak menuntut soal menu makanan. Apapun yang kusediakan selalu dimakannya. Kalau enak dia bilang enak banget. Kalau tidak enak, cuma dibilang, kurang enak. Sejujurnya suamiku adalah lelaki yang temperamental. Mudah marah jika emosinya tersulut. Jadi aku harus punya teknik jitu untuk melembutkan hatinya. Tentu saja dengan doa kepada yang Maha membolak balikan hati, agar meniupkan kelembutan pada hatinya. 

Suamiku juga bukan lelaki romantis, jadi suprise ketika kucium tangannya, lalu dengan penuh kelembutan dia meraih kepalaku, mengecup dahi, kedua pipi, dan menyapu bibirku dengan kecupan lembut setiap kali berangkat dan pulang kerja.Hatiku selalu berdesir dan berulang kali jatuh cinta kalau sudah seperti itu. Belum lagi melihat matanya yang menggemintang setiap kali kami bertemu setelah seharian sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Matanya menyiratkan kerinduan yang tak terungkap dengan kata. Aaah yaa aku takkan pernah lupa, ketika suatu kali di rumah mertua, dia mencariku sepulang kerja, padahal aku cuma sedang tidur-tiduran di kamar. Ekpresinya itu loooh ... seakan-akan takut kalau istrinya hilang hehehe ....

Sementara aku sendiri kadang keras kepala. Suka mendebat. Namun bagaimanapun, aku harus bisa menempatkan diri sebagai istri yang baik untuknya. Aku berusaha menyesuaikan diri dalam ryhtme kehidupan baru yang harus kutata nada dan iramanya. Bukan perkara mudah menyelaraskan dua hati dan dua kepala. namun dengan niat baik, keikhlasan dan cinta, sepertinya tidak ada yang yang tidak mungkin untuk dilakukan.

Kami memang sedang saling belajar. Ramadhan ini menjadi madrasah untuk saling memahami dengan cinta, kasih sayang, dan kelembutan. Masa lalu memang pernah ada dalam hidup kami. Namun kami hidup untuk hari ini dan tentu esok. maka masa lalu tinggal lagi sebuah memorabilia di dalam kotak penyimpanan yang diletakkan di sudut hati. Biar saja ia berdebu. Cukup diambil segala yang baiknya untuk lebih diperbaiki hari ini. Kemudian biarkan yang buruk membusuk dan menjadi kompos untuk menyuburkan cinta kami.

Pernikahan bukan soal beda usia bagi kami, melainkan soal niat menjadikannya sebagai ibadah. bagaimanapun suamiku adalah imamku. Terlepas dari segala kekurangannya, sebagai istri aku wajib mematuhinya selagi dalam ketaatan pada Allah. Pernikahan bukan juga soal kesempurnaan. Karena kami sama tidak sempurna. Tapi kami bisa saling menyempurnakan dalam banyak hal. 

Percik-percik kecil mungkin saja terjadi, tapi takkan pernah  kami biarkan jadi api yang akan membakar hati dan kedamaian. Perjalanan ini baru dimulai. Masih panjang liku-liku di depan yang harus dilalui. Semoga Allah selalu membimbing kami menjaga agar rumah cinta kami bertahta sakinah, mawaddah, dan rahmah. Di sisa hari Ramadhan, biar kuuntai lebih banyak pinta untuk dilambungkan ke petala langit, bagi perjalanan cinta kami, bagi kedamaian negeri ini, dan bagi saudara-saudara tercinta di palestina dan di bumi manapun.

*Hadiah kecil untuk 2 bulan pernikahan kita, mas ... 
*Palapa, 16 Juli 2014














6 komentar:

Lidya Fitrian said...

Allhamdulillah ramadhan kali ini sudah berdua ya mbak

mukhlis said...

semoga langgeng dunia akhirat ya mba :)
salam kenal buat blogger tiara jingga

Titie Surya said...

Mbak Lidya, iya alhamdulillah :)

Titie Surya said...

Pak Mukhlis, salam kenal kembali *jabat tangan

obatherbalku24 said...

waaaah segitu juga romantis .. ngomong2 tiga syaratnya apa aja tuh ? haha

Titie Surya said...

@Obatherbalku24, ada deeeeeh :)

Post a Comment

Untuk mempererat persahabatan, tinggalkan jejakmu di tulisan ini ya sahabat. Terima kasih

Followers

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | 100 Web Hosting