Beberapa tahun belakangan ini saya menaruh perhatian besar terhadap hari buku atau kerap disebut sebagai world book day yang jatuh setiap tanggal 23 April. Saya yakin sedikit sekali di antara kita yang mengenal apalagi memperingati hari buku tersebut. Bukan sebuah hari istimewa dibandingkan dengan hingar bingar peringatan hari besar lainnya dalam penanggalan banga Indonesia.
Kebudayaan
membaca di Negara kita terlibas dengan
kebudayaan menonton televisi. Masyarakat
kita belum rampung menyerap budaya membaca ketika televisi hadir dirumah-rumah setiap rakyat Indonesia.
Membaca menjadi sebuah kondisi yang dianggap terlalu serius. Sementara menonton
televisi menjadi kegiatan yang penuh
dengan kesenangan yang tak cuma melibatkan otak dan mata, tapi juga telinga dan bahkan menghanyutkan imaji
penontonnya hingga emosi mereka larut dalam jalinan cerita yang ditayangkan
dalam televisi. Terlebih sejak era televisi swasta tumbuh subur bak jamur
dimusim hujan dengan berbagai program tayangan yang membius permirsanya dengan
iming-iming kemewahan dan popularitas
instan sebagai gaya hidup permisif, semakin membuat banyak anak bangsa
melalaikan waktu demi menanti tayangan program yang membius angan semata.
Rendahnya minat
baca bangsa Indonesia turut memperburuk industri perbukuan di negara kita. Jika
merunut teori supply and demand, rendahnya minat baca membuat industri
perbukuan juga menjadi lesu. Indoenesia
hanya mampu menerbitkan 12.000 judul buku per tahun sementara Singapura mampu menerbitkan 15.000 judul
pertahun dan Tiongkok 120.000 judul buku
pertahun. Tentu saja keadaan ini juga mempengaruhi
efek pemakaian kertas. Indonesia cuma mencapai angka 26kg/kapita pertahun sangat
jauh dibawah rata-rata pemakaian kertas ASEAN yang mencapai 52kg/kapita
pertahun. Belum lagi daya beli buku, jauh berada diurutan terakhir dari daftar
belanja bulanan kita.
Dengan kondisi demikian, bagaimana pencanangan Indonesia Menulis yang diresmikan pada Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2012, bisa berjalan mulus dan membangkitkan minat menulis di setiap lapisan masyarakat? Menumbuhkan minat baca saja tak cukup jika tanpa diiringi dengan menumbuhkan keinginan menulis. Sebaliknya, pencanangan Indonesia Menulis saja juga tak akan berjalan signifikan tanpa ada upaya terus membangkitkan minat baca. Karena menumbuhkan
minat baca tidak akan semakin maju jika minat menulis masih tertatih menemukan
ruangnya.
Lalu bagaimana mengatasi satu masalah dengan dua sisi yang sama pentingnya? Mari kita tengok sumber daya yang ada di sekitar kita.
1. Wujudkan perpustakaan mini di manapun. Mulailah dari rumah, kantor, lingkungan masyarakat, taman bermain dan prasarana umum lainnya. Sisihkan sedikit anggaran untuk investasi buku yang akan abadi jika dirawat dan dipelihara dengan baik. Tidak ada salahnya mengusulkan kepada perpustakaan kota setempat untuk membantu pengadaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di lingkungan tempat tinggal kita. Juga tidak perlu malu mengusulkan pada atasan di mana kita bekerja untuk sedikit menyisihkan ruang sebagai oase baca yang setidaknya membuat para karyawan memiliki tempat mereguk ilmu di jam-jam sempit.
2. Sepuluh tahun belakangan ini industri perbukuan mulai bergeliat. Terlebih sejak adanya sarana facebook, twitter, dan blog di dunia maya yang merambah setiap tempat bahkan hingga ke pelosok pedesaan yang terjangkau listrik dan jaringan internet. Manfaatkanlah sarana tersebut semaksimal mugnkin. Gunakan semua itu untuk memacu diri menumbuhkan semangat menulis. Lalu kirimkan tulisan-tulisan tersebut untuk dibaca banyak orang. Yakinlah, tulisan yang bermanfaat akan menggugah jiwa dan menerangi hati para pembacanya. Dengan demikian pena kita akan memiliki kontribusi dalam merubah peradaban, kehidupan dan pola pikir meski hanya pada segelintir pembaca yang membacanya. Kita tidak pernah tahu dari mana sebuah manfaat, hidayah atau pencerahan itu datang. Tapi kita tahu bahwa kita bisa menjadi sumber pencerahan dan pemberi manfaat lewat kata-kata yang kita rangkai menjadi sebentuk tulisan.
3. Membangun jaringan pembaca, penulis dan penerbit. Dengan mengadakan silaturahmi di dunia maya bahkan jika perlu pertemuan nyata yang akan lebih memberi dampak maksimal dalam menyuntikkan semangat kebersamaan membangun Indonesia Membaca dan Menulis. Dengan jaringan sosial yang rapi dan tertata maka perlahan budaya
membaca tumbuh dan membesar dalam banyak komunitas dan media yang
membesarkannya. Pelan namun pasti penulis-penulis muda berbakat bermunculan dan menyalakan pelita harapan
perkembangan dunia baca Indonesia. Demikian pula penerbitan kian menemukan geliatnya pada sinergi kebutuhan membaca dan menulis yang tumbuh secara signifikan. Karena bagaimanapaun penerbit membutuhkan naskah-naskah bernas yang sesungguhnya banyak bertebaran di kalangan penulis pemula yang tidak akan pernah kalah bersaing dari penulis senior. Penerbit yang baik akan selalu berfikir, penulis senior menang usia, tapi penulis pemula menang kesempatan. Bangun komunikasi yang baik dengan kalangan penerbit, dengan demikian penulis pemula akan mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk menerbitkan karya.
Sinergi yang terbangun dengan kokoh di antara jaringan pembaca-penulis-penerbit, akan membuat Indonesia kian rancak dan cerdas di mata dunia. Jika demikian yang terjadi, maka pencanangan Indonesia Menulis yang derapnya dimulai dari Jawa Timur, bukan tidak mungkin akan mampu menorehkan tinta emas peradaban yang akan dikenang bahkan hingga saat seluruh tinta di dunia mengering. Mari wujudkan, mulailah dari diri kita sendiri, tapi jangan lupakan bahwa banyak jemari akan menjadikan segala yang berat menjadi ringan.
8:23 PM
Titie Surya

Posted in:
11 komentar:
Konsep yang bagus untuk mencerdaskan anak bangsa, memang membaca adalah pintu gerbang menuju ruang ilmu, maka mensinergikan antara pembaca, penulis dan penerbit harus terjalin, hanya perlu selektif juga buku yang akan diterbitkan, harus membangun, mencerdaskan juga.
sukses untuk kontesnya
Siiip! thanks mas Insan ... semoga selalu ada kekuatan untuk berbuat lebih baik dari hari ke hari.
Saya telah membaca dengan seksama artikel diatas.
Akan segera saya daftar
Terima kasih atas partisipasi sahabat
Salam hangat dari Surabaya
Hmmm... Nice Bunda,.. berasa dicubit sama artikelnya, coz salah satu penyakit Bonit itu.. males baca,.. hhee... :D
Semoga Menang kontes'a... ^_*
pengen ikutan tp bisa ga ya??? @,@
Hai Bonit, nggak sakit kan dicubitnya? :)
Bisa kok, hari ini terakhir loh batasan ikut lombanya nanti malam jam 20.00. langsung saja meluncur ke link di dalam tulisan ini.
Sepakat, mbak. Sinergi penulis dan pembaca harus dibangun karena mereka saling membutuhkan.
Hai Susi Susindra, terima kasih mampirnya ya :)
pengen punya lebih banyak lagi waktu buat baca n nulis. moga bisa lebih intens lagi kedepannya buat berkarya. ayo maju besama bund ....
Ridwan, majuuuu jalaaaan ... :)
semoga itu tidak hanya sekedar diatas kertas.. :)
Terima kasih sudah berkunjung Affan Ibnu. Semoga kita smeua bsia mewujudkannya :)
Post a Comment
Untuk mempererat persahabatan, tinggalkan jejakmu di tulisan ini ya sahabat. Terima kasih